IODOMETRI
Analisis
Kadar Pati dan Serat Kasar Tepung
beberapa
Kultivar Talas (Colocasia esculenta L. Schott)
OLEH
:
NAMA
: INDAH MARITASARI
NIM
: A.101.15.022
Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Kimia
Analitik II
AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA
2012
A. PENDAHULUAN
1. LATAR
BELAKANG
Pemanfaatan talas sebagai bahan pangan
telah dikenal secara luas terutama di wilayah Asia dan Oceania. Di Indonesia,
talas sebagai bahan makanan cukup populer dan produksinya cukup tinggi terutama
di daerah Papua dan Jawa (Bogor, Sumedang dan Malang) yang merupakan
sentra-sentra produksi talas.
Pengolahan talas saat ini kebanyakan
memanfaatkan umbi segar yang dijadikan berbagai hasil olahan, diantaranya yang
paling populer adalah keripik talas. Produk olahan umbi talas dengan bahan baku
tepung talas masih terbatas karena tepung talas belum banyak tersedia di
pasaran. Padahal penggunaan tepung talas memungkinkan munculnya produk olahan
talas yang lebih beragam seperti kerupuk, cake dan kue-kue lain.
Peluang pengembangan talas sebagai bahan
pangan berpati non beras, cukup besar dan terus didorong oleh pemerintah.
Penggunaannya sebagai bahan makanan dapat diarahkan untuk menunjang ketahanan
pangan nasional melalui program diversifikasi pangan disamping peluangnya
sebagai bahan baku industri yang menggunakan pati sebagai bahan dasarnya.
Penggunanaan pati sebagai bahan baku industri sangat luas diantaranya pada industri
makanan, tekstil, kosmetika dan lain-lain.
Kebutuhan akan pati cenderung meningkat
baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Mengingat kebutuhan pasar
terhadap pati yang cukup besar, pemenuhan dalam bentuk pencarian sumber pati
selain yang sudah ada yaitu ubi kayu, kentang dan jagung, peluangnya masih
terbuka.
Konversi umbi segar talas menjadi bentuk
tepung yang siap pakai terutama untuK produksi makanan olahan disamping
mendorong munculnya produk-produk yang lebih beragam juga dapat mendorong
berkembangnya industri berbahan dasar tepung atau pati talas sehingga dapat
meningkatkan nilai jual komoditas talas. Penepungan talas juga diharapkan dapat
menghindari kerugian akibat tidak terserapnya umbi segar talas di pasar ketika
produksi panen berlebih.
Komposisi pati pada umumnya terdiri dari
amilopektin sebagai bagian terbesar dan sisanya amilosa. Adanya informasi
mengenai komposisi pati diharapkan dapat menjadi data pendukung dalam
menentukan jenis produk yang akan dibuat dari pati atau tepung talas.
Penelitian pada 71 sampel umbi talas yang diambil dari negara Fiji, Samoa Barat
dan Kepualauan Solomon, diperoleh kadar pati rata-rata sebesar 24,5% dan serat
sebesar 1,46% (Bradbury & Holloway 1988).
Talas mempunyai variasi yang besar baik
karakter morfologi seperti umbi, daun dan pembungaan serta kimiawi seperti
rasa, aroma dan lain-lain. Dari berbagai jenis talas yang berhasil dikoleksi di
Puslit Bioteknologi- LIPI telah diidentifikasi 20 kultivar talas yang mempunyai
keunggulan dalam beberapa aspek tertentu.
Dalam rangka mengembangkan potensi talas
sebagai bahan pangan dan industri, maka dilakukan penelitian mengenai analisis
kadar pati dan serat kasar dari 20 kultivar talas terpilih tersebut yang
dikoleksi dari berbagai daerah di Indonesia.
Pati merupakan homopolimer glukosa
dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung
dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya.
Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat di pisahkan dengan air panas. Fraksi
terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sebanyak 4 – 5 % dari
berat total.
Melihat bahan pangan talas sudah di
kenal secara luas, maka penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang
kadar pati dan serat kasar tepung pada talas untuk dapat meningkatkan perannya
di dalam kebutuhan pangan di daerah Sukorejo, Jatiroto, Wonogiri.
2. RUMUSAN
MASALAH
Berapa kadar pati dan serat kasar tepung beberapa
kultivar talas di daerah sukorejo, Jatiroto, Wonogiri ?
B. METODE
PENELITIAN
1.
Dasar teori
Pemecahan pati oleh
enzim
Enzim-enzim yang terdapat pada tanaman yang dapat
menghidrolisis pati adalah β-amilase, α-amilase, dan fosforilase.
Enzim β-amilase daapat memecah pati menjadi
fraksi-fraksi yang kecil-kecil, misalnya pemecahan amilose menjadi fraksi kecil
yang disebut maltose, suatu disakarida dari glukosa. Bila β-amilase di
reaksikan terhadap patio biasa, hanya diperoleh 60-70% dari hasil maltose
teoretis.
Bagian pati yang tidak terurai menjadi residu yang
disebut β-amilase limid dekstrin. Hal ini disebabkan karena ternyata β-amilase
tidak mampu menghidrolisis amilopektin di luar batas cabang-cabang tertentu. Di
banding β-amilase, kemampuan menghidrolisis α-amilase lebih hebat. Enzim ini
dapat menghidrolisis pati menjadi fraksi-fraksi molekul yang terdiri 6-7 unit
glukosa.
Enzim fosforilase mampu memecah ikatan 1,4-glukosidik
pati dengan bantuan asam atau ion fosfat, sedangkan amylase memerlukan molekul
air.
Pati + PO43- fosforilase α-D-glukosa-1-fosfat
Proses tersebut disebut proses fosforilasi dan
biasanya tidak disebut proses hidrolisis . fosforilase dapat memecah amilosa
secara tuntas, tetapi bila hasil substratnya amilo peptin, disamping glukosa
terbentuk dekstrin yang disebut “dekstrin tahan fosforilase” yang molekulnya
mengandung cabang-cabang dengan ikatan α-1,6.
Reaksi-reaksi kimia yang
melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara luas oleh analisis titrimetrik. Ion-ion
dari berbagai unsure dapat hadir
dalam kondisi oksidasi yang berbeda-beda,
menghasilkan kemungkinan banyak reaksi redoks. Banyak
dari reaksi-reaksi ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam analisi
titrimetrik dan penerapan-penerapannya
cukup banyak.
Iodometri adalah analisa
titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat
yang bersifat
oksidator seperti besi
III, tembaga II, dimana zat ini akan mengoksidasi
iodida yang ditambahkan
membentuk iodin. Iodin
yang terbentuk akan ditentukn dengan menggunakan larutan baku
tiosulfat .
Oksidator + KI I2 + 2e
Oksidator + KI I2 + 2e
I2 + Na2S2O3
NaI + Na2S4O6
Sedangkan iodimetri
adalah merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat
reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan
penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodine dititrasi kembali dengan larutan
tiosulfat.
Reaksi dengan iodin
Pati yang berikatan dengan iodine ( I2 )
akan menghasilkan warna biru. Sifat ini dapat digunakan untuk menganalisis
adanya pati. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul pati yang berbentuk
spiral, sehingga akan mengikat molekul iodin dan terbentuklah warna biru. Bila
pati dipanaskan, spiral merenggang, molekul-molekul iodine terlepas sehingga
warna biru hilang. Dari percobaan-percobaan didapat bahwa pati akan
merefleksikan warna biru bila berupa polimer glukosa yang lebih besar dan dari
20, misalnya molekul-molekul amilosa. Bila polimernya kurang dari 20 seperti
amilo peptin, maka akan dapat dihasilkan warna merah. Sedang dekstrin dengan
polimer 6,7, dan 8 membentuk warna cokelat. Polimer yang lebih kecil dari lima
tidak memberikan warna dengan iodin.
.
2.
Cara kerja
1) Siapkan
umbi yang siap di panen yaitu, pada saat umur tanaman 8 bulan. Umbi talas
segera dibersihkan kulit luarnya setelah pemanenan.
2) Setelah
itu diiris-iris tipis-tipis dengan ketebalan 2 mm dan dikeringkan di bawah
sinar matahari selama 2-3 hari hingga beratnya berkurang sekitar 70% dari berat
basah.
3) Selanjutnya digiling dengan mesin penggiling
(pembuat tepung beras) untuk dijadikan tepung dan diayak dengan saringan 200
mesh.
Penetapan kadar pati
1) Penetapan
kadar pati dilakukan dengan cara menghidrolisis tepung talas dengan alkohol 80%
dalam waterbath.
2) Kemudian
endapan dipisahkan dan dihidrolisis kembali dengan 9,2 N HClO4 sebanyak 3 kali
dan dinetralisir dengan 1N NaOH. Selanjutnya direduksi dengan pereaksi Cu dan
Nelson.
3) Kadar
pati diukur dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm.
Penetapan kadar amilosa
Dilakukan
secara iodometri berdasarkan reaksi antara amilosa dengan senyawa iod yang
menghasilkan warna biru.
1. Tepung
talas sebanyak 100 mg ditempatkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan
dengan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N.
2. Campuran
dipanaskan dalam air mendidih hingga terbentuk gel dan selanjutnya seluruh gel
dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Gel ditambahkan dengan air dan dikocok,
kemudian ditepatkan hingga 100 ml dengan air.
3. Sebanyak 5 ml larutan dimasukkan ke dalam labu
takar 100 ml dan ditambahkan dengan 1 ml asam asetat 1N dan 2 ml larutan iod.
Larutan ditepatkan hingga 100 ml, kemudian dikocok dan dibiarkan selama 20
menit.
4. Intensitas
warna biru yang terbetuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
625 nm.
5. Kadar
amilosa dihitung berdasarkan persamaan kurva standar amilosa.
Penetapan kadar
amilopektin
1) Kadar
amilopektin dihitung berdasarkan selisih antara kadar pati dan amilosa.
Tahap
penetapan kadar serat kasar terdiri dari pemisahan lemak dari tepung talas
dengan cara soxlethasi, ekstraksi dengan asam (H2SO4 1,25%) dan dengan basa
(NaOH 3,25%) masing-masing selama 30 menit. Proses ekstraksi dilanjutkan dengan
penyaringan.
2) Tahap
selanjutnya adalah pemisahan abu dan silikat dengan cara pencucian kertas
saring yang berisi serat berturut-turut dengan K2SO4 10%, air mendidih dan 15
ml alkohol 95%.
3) Kertas saring dikeringkan dalam oven 1050C
selama 2 jam, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Residu dipijarkan
dalam mufle furnace selama 4 jam, sisa pijar ditimbang sebagai abu.
Analisis sidik ragam
Berdasarkan
perhitungan metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL) dilakukan untuk mengetahui
taraf signifikan antar kultivar untuk kadar masing-masing komponen yang diuji
(pati, amilosa, amilopektin dan serat kasar) serta dilakukan pula analisis
kluster berdasarkan kadar pati, amilosa dan amilopektin menggunakan program statistic
Minitab)
C. KESIMPULAN
1. Hal-hal
yang perlu diperhatikan
a) Umbi
talas yang digunakan sebagai sampel yaitu yang berumur 8 bulan.
2. Manfaat
bagi masyarakat
a) Umbi
talas dapat digunakan sebagai bahan pangan dan industry. Misalnya :
1) Pati
dengan kadar amilosa tinggi banyak digunakan untuk berbagai produk seperti pada
biodegradable film yang berfungsi sebagai substrat enzim maupun sebagai
pengikat pada pembuatan tablet
2) Pati
dengan kadar amilopektin tinggi sangat sesuai untuk bahan roti dan kue karena
sifat amilopektin yang sangat berpengaruh terhadap swelling properties
(sifat mengembang pada pati)
3) Pati
free amylose sangat diperlukan untuk bahan baku makanan bayi dan kertas
film.
4) Amilosa
juga berfungsi sebagai pelindung terhadap dehidrasi maupun mengurangi
penyerapan minyak yang terlalu banyak saat proses penggorengan seperti pada
produksi keripik kentang.
5) Di
daerah Indonesia seperti Mentawai dan Papua dimanfaatkan sebagai bahan makanan
pokok
LAMPIRAN
ABSTRACT
Utilization
of taro corms into various end products using taro fluor as the base material,
require a lot of development efforts in order to obtain higher added value of
taro as non rice carbohydrate producing food crop. So that, one effort to characterize
composition of taro starch became very important i.e to find out which cultivar
is suitable for certain type of product This study analysed total starch,
amylose, amylopectin and fiber contents of 20 selected Indonesian taro
cultivars. Taro starch was prepared by pounding sun-dryed taro corm chips.
Starch and amylase contents were determined by using colorimetry technique. The
amylopectin contain was obtained by deducing the starch content with the
amylose content. The fiber content of the starch was determined through
descarding the fats, extraction with acids and bases followed by isolation of
ash and silicate. The results showed that the total starch content of the 20
cultivars ranged from 68% to 72%. The amylose and amylopectin contents ranged
from 10.54% to 21.44% and 78.56% to 89.46% respectively, whilst the fiber
content ranged from 3 % to 7%. The results obtained can be used as basic
information in setting out criteria for selection of taro cultivar for specific
purposes.
However further study
is suggested to get more information on physico-chemistry characteristics to
better understand the quality of starch.
Keywords:
amylose,
amylopectin, crude fiber, Taro (Colocasia esculenta L. Schott),
DAFTAR PUSTAKA
·
Muhtadi, D., Palupi, N.S. &
Astawan, M. 1992. Metoda Kimia Biokimia dan
Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi
IPB.
·
Sumardi & Rumiati, S. 1990.
Mutu gaplek dari beberapa varietas ubikayu. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan
Teknologi Pra & Pasca Panen Ubikayu. Lampung, 15 Februari 1990.
·
http://www.unri.ac.id/jurnal/jurnal_natur/vol6%281%29/Sri.pdf
(di unduh pada hari jumat, 13 april 2012 pukul
10:16 WIB)
·
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan
Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
0 komentar:
Posting Komentar