Lencana Facebook

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS


Iodometri analisa



IODOMETRI
Analisis Kadar Pati dan Serat Kasar Tepung
beberapa Kultivar Talas (Colocasia esculenta L. Schott)


OLEH :
NAMA : INDAH MARITASARI
NIM : A.101.15.022

Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Kimia Analitik II
AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL SURAKARTA
2012

A. PENDAHULUAN

1.     LATAR BELAKANG
Pemanfaatan talas sebagai bahan pangan telah dikenal secara luas terutama di wilayah Asia dan Oceania. Di Indonesia, talas sebagai bahan makanan cukup populer dan produksinya cukup tinggi terutama di daerah Papua dan Jawa (Bogor, Sumedang dan Malang) yang merupakan sentra-sentra produksi talas.
Pengolahan talas saat ini kebanyakan memanfaatkan umbi segar yang dijadikan berbagai hasil olahan, diantaranya yang paling populer adalah keripik talas. Produk olahan umbi talas dengan bahan baku tepung talas masih terbatas karena tepung talas belum banyak tersedia di pasaran. Padahal penggunaan tepung talas memungkinkan munculnya produk olahan talas yang lebih beragam seperti kerupuk, cake dan kue-kue lain.
Peluang pengembangan talas sebagai bahan pangan berpati non beras, cukup besar dan terus didorong oleh pemerintah. Penggunaannya sebagai bahan makanan dapat diarahkan untuk menunjang ketahanan pangan nasional melalui program diversifikasi pangan disamping peluangnya sebagai bahan baku industri yang menggunakan pati sebagai bahan dasarnya. Penggunanaan pati sebagai bahan baku industri sangat luas diantaranya pada industri makanan, tekstil, kosmetika dan lain-lain.
Kebutuhan akan pati cenderung meningkat baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Mengingat kebutuhan pasar terhadap pati yang cukup besar, pemenuhan dalam bentuk pencarian sumber pati selain yang sudah ada yaitu ubi kayu, kentang dan jagung, peluangnya masih terbuka.
Konversi umbi segar talas menjadi bentuk tepung yang siap pakai terutama untuK produksi makanan olahan disamping mendorong munculnya produk-produk yang lebih beragam juga dapat mendorong berkembangnya industri berbahan dasar tepung atau pati talas sehingga dapat meningkatkan nilai jual komoditas talas. Penepungan talas juga diharapkan dapat menghindari kerugian akibat tidak terserapnya umbi segar talas di pasar ketika produksi panen berlebih.
Komposisi pati pada umumnya terdiri dari amilopektin sebagai bagian terbesar dan sisanya amilosa. Adanya informasi mengenai komposisi pati diharapkan dapat menjadi data pendukung dalam menentukan jenis produk yang akan dibuat dari pati atau tepung talas. Penelitian pada 71 sampel umbi talas yang diambil dari negara Fiji, Samoa Barat dan Kepualauan Solomon, diperoleh kadar pati rata-rata sebesar 24,5% dan serat sebesar 1,46% (Bradbury & Holloway 1988).
Talas mempunyai variasi yang besar baik karakter morfologi seperti umbi, daun dan pembungaan serta kimiawi seperti rasa, aroma dan lain-lain. Dari berbagai jenis talas yang berhasil dikoleksi di Puslit Bioteknologi- LIPI telah diidentifikasi 20 kultivar talas yang mempunyai keunggulan dalam beberapa aspek tertentu.
Dalam rangka mengembangkan potensi talas sebagai bahan pangan dan industri, maka dilakukan penelitian mengenai analisis kadar pati dan serat kasar dari 20 kultivar talas terpilih tersebut yang dikoleksi dari berbagai daerah di Indonesia.
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat di pisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sebanyak 4 – 5 % dari berat total.
Melihat bahan pangan talas sudah di kenal secara luas, maka penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang kadar pati dan serat kasar tepung pada talas untuk dapat meningkatkan perannya di dalam kebutuhan pangan di daerah Sukorejo, Jatiroto, Wonogiri.

2.     RUMUSAN MASALAH
Berapa kadar pati dan serat kasar tepung beberapa kultivar talas di daerah sukorejo, Jatiroto, Wonogiri ?



















B. METODE PENELITIAN

1.  Dasar teori
Pemecahan pati oleh enzim
Enzim-enzim yang terdapat pada tanaman yang dapat menghidrolisis pati adalah β-amilase, α-amilase, dan fosforilase.
Enzim β-amilase daapat memecah pati menjadi fraksi-fraksi yang kecil-kecil, misalnya pemecahan amilose menjadi fraksi kecil yang disebut maltose, suatu disakarida dari glukosa. Bila β-amilase di reaksikan terhadap patio biasa, hanya diperoleh 60-70% dari hasil maltose teoretis.
Bagian pati yang tidak terurai menjadi residu yang disebut β-amilase limid dekstrin. Hal ini disebabkan karena ternyata β-amilase tidak mampu menghidrolisis amilopektin di luar batas cabang-cabang tertentu. Di banding β-amilase, kemampuan menghidrolisis α-amilase lebih hebat. Enzim ini dapat menghidrolisis pati menjadi fraksi-fraksi molekul yang terdiri 6-7 unit glukosa.
Enzim fosforilase mampu memecah ikatan 1,4-glukosidik pati dengan bantuan asam atau ion fosfat, sedangkan amylase memerlukan molekul air.
      Pati  +  PO43-               fosforilase              α-D-glukosa-1-fosfat
Proses tersebut disebut proses fosforilasi dan biasanya tidak disebut proses hidrolisis . fosforilase dapat memecah amilosa secara tuntas, tetapi bila hasil substratnya amilo peptin, disamping glukosa terbentuk dekstrin yang disebut “dekstrin tahan fosforilase” yang molekulnya mengandung cabang-cabang dengan ikatan α-1,6.
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan  secara luas oleh analisis titrimetrik. Ion-ion dari berbagai  unsure  dapat  hadir  dalam  kondisi  oksidasi  yang   berbeda-beda, menghasilkan  kemungkinan  banyak  reaksi  redoks.      Banyak dari reaksi-reaksi ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam analisi titrimetrik dan  penerapan-penerapannya cukup banyak.
Iodometri  adalah  analisa  titrimetrik  yang  secara   tidak   langsung  untuk   zat  yang  bersifat   oksidator   seperti   besi III, tembaga II, dimana  zat  ini  akan  mengoksidasi   iodida  yang   ditambahkan   membentuk  iodin.  Iodin  yang  terbentuk  akan ditentukn dengan menggunakan larutan baku tiosulfat .
      Oksidator + KI                       I2 + 2e
I2 + Na2S2O3                           NaI + Na2S4O6
Sedangkan iodimetri adalah merupakan analisis titrimetri yang secara langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodine dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat.
      Reaksi dengan iodin
Pati yang berikatan dengan iodine ( I2 ) akan menghasilkan warna biru. Sifat ini dapat digunakan untuk menganalisis adanya pati. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul pati yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat molekul iodin dan terbentuklah warna biru. Bila pati dipanaskan, spiral merenggang, molekul-molekul iodine terlepas sehingga warna biru hilang. Dari percobaan-percobaan didapat bahwa pati akan merefleksikan warna biru bila berupa polimer glukosa yang lebih besar dan dari 20, misalnya molekul-molekul amilosa. Bila polimernya kurang dari 20 seperti amilo peptin, maka akan dapat dihasilkan warna merah. Sedang dekstrin dengan polimer 6,7, dan 8 membentuk warna cokelat. Polimer yang lebih kecil dari lima tidak memberikan warna dengan iodin.



.
2.  Cara kerja
1)      Siapkan umbi yang siap di panen yaitu, pada saat umur tanaman 8 bulan. Umbi talas segera dibersihkan kulit luarnya setelah pemanenan.
2)      Setelah itu diiris-iris tipis-tipis dengan ketebalan 2 mm dan dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2-3 hari hingga beratnya berkurang sekitar 70% dari berat basah.
3)       Selanjutnya digiling dengan mesin penggiling (pembuat tepung beras) untuk dijadikan tepung dan diayak dengan saringan 200 mesh.
Penetapan kadar pati
1)      Penetapan kadar pati dilakukan dengan cara menghidrolisis tepung talas dengan alkohol 80% dalam waterbath.
2)      Kemudian endapan dipisahkan dan dihidrolisis kembali dengan 9,2 N HClO4 sebanyak 3 kali dan dinetralisir dengan 1N NaOH. Selanjutnya direduksi dengan pereaksi Cu dan Nelson.
3)      Kadar pati diukur dengan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm.
Penetapan kadar amilosa
Dilakukan secara iodometri berdasarkan reaksi antara amilosa dengan senyawa iod yang menghasilkan warna biru.
1.      Tepung talas sebanyak 100 mg ditempatkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan dengan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N.
2.      Campuran dipanaskan dalam air mendidih hingga terbentuk gel dan selanjutnya seluruh gel dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Gel ditambahkan dengan air dan dikocok, kemudian ditepatkan hingga 100 ml dengan air.
3.       Sebanyak 5 ml larutan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan dengan 1 ml asam asetat 1N dan 2 ml larutan iod. Larutan ditepatkan hingga 100 ml, kemudian dikocok dan dibiarkan selama 20 menit.
4.      Intensitas warna biru yang terbetuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm.
5.      Kadar amilosa dihitung berdasarkan persamaan kurva standar amilosa.
Penetapan kadar amilopektin
1)      Kadar amilopektin dihitung berdasarkan selisih antara kadar pati dan amilosa.
Tahap penetapan kadar serat kasar terdiri dari pemisahan lemak dari tepung talas dengan cara soxlethasi, ekstraksi dengan asam (H2SO4 1,25%) dan dengan basa (NaOH 3,25%) masing-masing selama 30 menit. Proses ekstraksi dilanjutkan dengan penyaringan.
2)      Tahap selanjutnya adalah pemisahan abu dan silikat dengan cara pencucian kertas saring yang berisi serat berturut-turut dengan K2SO4 10%, air mendidih dan 15 ml alkohol 95%.
3)       Kertas saring dikeringkan dalam oven 1050C selama 2 jam, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Residu dipijarkan dalam mufle furnace selama 4 jam, sisa pijar ditimbang sebagai abu.
Analisis sidik ragam
Berdasarkan perhitungan metoda Rancangan Acak Lengkap (RAL) dilakukan untuk mengetahui taraf signifikan antar kultivar untuk kadar masing-masing komponen yang diuji (pati, amilosa, amilopektin dan serat kasar) serta dilakukan pula analisis kluster berdasarkan kadar pati, amilosa dan amilopektin menggunakan program statistic Minitab)





C. KESIMPULAN

1.     Hal-hal yang perlu diperhatikan
a)      Umbi talas yang digunakan sebagai sampel yaitu yang berumur 8 bulan.
2.     Manfaat bagi masyarakat
a)      Umbi talas dapat digunakan sebagai bahan pangan dan industry. Misalnya :
1)      Pati dengan kadar amilosa tinggi banyak digunakan untuk berbagai produk seperti pada biodegradable film yang berfungsi sebagai substrat enzim maupun sebagai pengikat pada pembuatan tablet
2)      Pati dengan kadar amilopektin tinggi sangat sesuai untuk bahan roti dan kue karena sifat amilopektin yang sangat berpengaruh terhadap swelling properties (sifat mengembang pada pati)
3)      Pati free amylose sangat diperlukan untuk bahan baku makanan bayi dan kertas film.
4)      Amilosa juga berfungsi sebagai pelindung terhadap dehidrasi maupun mengurangi penyerapan minyak yang terlalu banyak saat proses penggorengan seperti pada produksi keripik kentang.
5)      Di daerah Indonesia seperti Mentawai dan Papua dimanfaatkan sebagai bahan makanan pokok






LAMPIRAN

ABSTRACT

Utilization of taro corms into various end products using taro fluor as the base material, require a lot of development efforts in order to obtain higher added value of taro as non rice carbohydrate producing food crop. So that, one effort to characterize composition of taro starch became very important i.e to find out which cultivar is suitable for certain type of product This study analysed total starch, amylose, amylopectin and fiber contents of 20 selected Indonesian taro cultivars. Taro starch was prepared by pounding sun-dryed taro corm chips. Starch and amylase contents were determined by using colorimetry technique. The amylopectin contain was obtained by deducing the starch content with the amylose content. The fiber content of the starch was determined through descarding the fats, extraction with acids and bases followed by isolation of ash and silicate. The results showed that the total starch content of the 20 cultivars ranged from 68% to 72%. The amylose and amylopectin contents ranged from 10.54% to 21.44% and 78.56% to 89.46% respectively, whilst the fiber content ranged from 3 % to 7%. The results obtained can be used as basic information in setting out criteria for selection of taro cultivar for specific purposes.
However further study is suggested to get more information on physico-chemistry characteristics to better understand the quality of starch.

Keywords: amylose, amylopectin, crude fiber, Taro (Colocasia esculenta L. Schott),











DAFTAR PUSTAKA

·         Muhtadi, D., Palupi, N.S. & Astawan, M. 1992. Metoda Kimia Biokimia dan Biologi dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi IPB.
·         Sumardi & Rumiati, S. 1990. Mutu gaplek dari beberapa varietas ubikayu. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pra & Pasca Panen Ubikayu. Lampung, 15 Februari 1990.
·         http://www.unri.ac.id/jurnal/jurnal_natur/vol6%281%29/Sri.pdf (di unduh pada hari jumat, 13 april 2012 pukul 10:16 WIB)
·         Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar